•  Kanal Pengetahuan Fakultas
  •  Tentang Fakultas
  •  Tentang UGM
Universitas Gadjah Mada Supply Chain
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Artikel
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • Human Factors Berbasis Kearifan Lokal untuk Rantai Pasok Agro-industri Pangan Berkelanjutan

Human Factors Berbasis Kearifan Lokal untuk Rantai Pasok Agro-industri Pangan Berkelanjutan

  • Artikel
  • 5 September 2017, 09.46
  • Oleh:
  • 0

Trend dan laju globalisasi membuka batas kebudayaan dan akulturasi kearifan lokal antara negara. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kearifan lokal. Dengan 34 provinsi yang dimiliki Indonesia, kearifan lokal yang ada perlu diidentifikasi dan diolah menjadi human factors. Human factors atau Faktor Manusia adalah studi yang mempelajari interaksi manusia secara fisik dan mental dengan produk, jasa dan sistem kerja industri. Human factors bisa digunakan sebagai parameter kreativitas dalam sistem rantai pasok produksi pangan. Akomodasi human factors akan menciptakan produk dan layanan terkustomisasi dengan biaya rendah, linear dengan meningkatnya hasil penjualan dan margin keuntungan. Dalam konteks keberlanjutan, akomodasi human factors, akan mendukung aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan rantai pasok. Karakteristik rantai produksi produk pangan melibatkan jumlah tiers yang banyak, konsumsi waktu yang panjang dan melibatkan banyak stakeholders. Human factors merepresentasikan 2 fungsi manusia dalam rantai pasok yaitu konsumen dan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kerja.

Konsumen merepresentasikan human factors dalam aspek perancangan dan pengembangan produk/jasa. Salah satu contoh nyata kearifan lokal pada aspek jasa layanan outlet makanan di Indonesia yang membedakan dengan negara lain adalah keberadaan bangku atau tempat duduk lesehan tikar untuk bersosialisasi. Aspek kemasan untuk produk take away bersifat bulky yang disediakan untuk makan secara bersama-sama. Contoh lain Human factors adalah ide desain angkringan mobile (Bergerak) yang  bisa dioperasikan pada bandara udara di Yogyakarta. Desain angkringan mobile ini akan membutuhkan utilitas human factors akan kebiasaan makan angkringan yang biasanya bersifat statik, menjadi mobile untuk lebih menjemput konsumen. Hal ini akan menimbulkan efek kreativitas desain kemasan produk “sego kucing” yang mengggunakan daun dan kertas, menjadi kemasan yang praktis dan eksklusif. Pola makan akan mengalami transisi dari menggunakan tangan atau sendok besi, menjadi sendok yang portabel.

SDM tenaga kerja merepresentasikan aspek ergonomi dan produktivitas. Salah satu contoh nyata human factors berbasis kearifan lokal diantaranya identifikasi pola istirahat dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Pengenalan pola bermanfaat menentukan waktu-waktu dalam jam kerja yang optimal untuk berdasarkan skala prioritas dan tingkat kepentingan pekerjaan. Sebagai contoh, pekerjaan utama ditempatkan pada jam sebelum makan siang, dan pekerjaan penunjang ditempatkan setelah jam makan siang. Waktu untuk bersosialisasi dikategorikan sebagai pemborosan dalam konsep sistem produksi tepat waktu. Minimasi pemborosan dapat dilakukan untuk mengintegrasikan waktu bersosialisasi dengan pekerjaan yang membutuhkan interaksi antar manusia.

Dalam aspek perancangan dan pengembangan produk, proses identifikasi human factors diharapkan dapat mendukung kemandirian agroindustri pangan dengan memunculkan lebih banyak kreativitas produk-produk dan jasa layanan pangan. Dalam aspek ergonomi proses identifikasi human factors diharapkan dapat mendukung peningkatan kompetensi SDM dalam menerapkan lean manufacturing, dengan meminimasi waktu idle dan pemborosan waktu lainnya.

Sebagai penutup, penulis memimpikan bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki pangkalan data tentang parameter desain produk dan jasa yang diolah dari kearifan lokal masing-masing. Parameter ini bersifat kualitatif dan kuantitatif dan bersifat siap pakai dalam proses produksi. Selain itu setiap agroindustri yang ada di daerah, dapat melakukan pembinaan ketenagakerjaan berdasarkan kearifan lokal. Dengan demikian, agroindustri Indonesia akan memiliki parameter human factors yang siap pakai dalam pengembangan rantai pasok pangan yang berkelanjutan.

Ditulis oleh: Mirwan Ushada*

*) Penulis adalah Kepala Laboratorium Sistem Produksi, Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Selain itu penulis juga aktif sebagai Sekretaris Umum APTA (Perkumpulan Profesi Teknologi Agroindustri) periode 2012-2016 & 2016-2020

Tags: agroindustri human factors kearifan lokal rantai pasok

Recent Posts

  • Peran Big Data Untuk Optimasi Pengelolaan Rantai Pasok
  • Integrasi Waste Management dengan Reverse Supply Chain Management
  • Short Food Supply Chain (SFSCs) Sebagai Solusi Alternatif Rantai Pasok Produk Organik
  • Optimalisasi Cold Chain untuk Sektor Perikanan Indonesia
  • Supply Chain Traceability pada Produk Pangan dan Hasil Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Supply Chain
Menara Ilmu Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No.1 Bulaksumur
Sleman, Yogyakarta 55281
 (+62 274) 589797
 supplychain.tp@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju