Saat ini, isu mengenai sustainable food supply chain menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan karena sifatnya yang dinamis dan kompleks. Dalam pandangan global, sustainable food supply chain berkaitan erat dengan food security dan food safety dimana kemampuan suatu negara dalam menciptakan sustainable food supply chain dapat mereduksi permasalahan-permasalahan terkait food security dan food safety. Menciptakan sustainable food supply chain merupakan hal yang kompleks karena berhadapan dengan banyaknya stakeholder di sepanjang supply chain dan perbedaan dalam menentukan standar [1].
Di Indonesia, kebutuhan masyarakat terhadap komoditas pangan utama seperti beras cenderung meningkat akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan beberapa kali Indonesia mengalami kekurangan dalam suplai beras yang berdampak pada dikeluarkannya kebijakan impor beras. Secara umum, salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia dalam bidang pertanian adalah bagaimana menjamin distribusi komoditas tersebut dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Menciptakan sustainability dari produk pangan merupakan tujuan jangka panjang yang mana perlu perencanaan secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Tidak hanya oleh stakeholder yang secara langsung terlibat dalam aliran produk, tetapi peran external stakeholder seperti pemerintah, LSM dan civitas akademika (universitas) juga mampu mengakselerasi penciptaan aliran rantai pasokan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah berperan lebih dalam menciptakan suatu kebijakan sedangkan LSM dan civitas akademika (universitas) berperan dalam hal pendampingan dan pengawasan.
Menciptakan sustainable food supply chain perlu dilakukan dalam beberapa aspek penting. Faktor penting dalam menciptakan sustainable food supply chain adalah dengan mengidentifikasi tipe supply chain dan perilaku dari masing-masing pelaku bisnis atau stakeholder [2]. Di Indonesia, beberapa aspek dalam menciptakan aliran rantai pasokan yang berkelanjutan adalah pertama melalui sustainable land management yang mana berpengaruh terhadap kuantitas hasil produksi dan suplai terhadap pasar domestik maupun internasional. Tentunya, dalam menciptakan manajemen lahan yang baik diperlukan peran dari pemerintah sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan. Yang kedua adalah sustainable quality yang dapat berupa produksi produk pangan yang berkualitas dan aman. Pendekatan terhadap petani perlu dilakukan untuk memastikan bahwa mereka menerapkan prinsip-prinsip Good Agricultural Product (GAP) dan Good Handling Practice (GHP) secara berkelanjutan. Dalam hal ini, penerapan GAP dan GHP secara jangka panjang bukanlah hal yang mudah, dimana diperlukan proses edukasi yang terus menerus kepada petani dan komitmen yang kuat untuk menerapkan standar tersebut. Untuk itulah, peran pemerintah, LSM, dan universitas sangat diperlukan dalam proses mengedukasi para petani untuk memahami pentingnya menciptakan produk pangan yang berkualitas. Selanjutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa semua lapisan masyarakat memiliki akses untuk memperoleh produk pangan dengan kualitas yang baik tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa integrasi dan kolaborasi antar stakeholder di dalam keseluruhan rantai pasok sangatlah penting. Integrasi tersebut dapat dilakukan dalam banyak aspek dan dalam tingkatan yang berbeda. Kerjasama antara petani, pengecer, LSM, universitas dan pemerintah sangat penting untuk meningkatkan standar bagi beberapa rantai pasokan dan memungkinkan petani mengadopsi lebih banyak praktik pertanian berkelanjutan. Tentunya dengan adanya integrasi dan kolaborasi tersebut, tujuan jangka panjang dalam menciptakan sustainable food supply chain bukanlah hal yang mustahil.
Referensi:
Zecca, F. and N. Rastorgueva. 2014 Supply Chain Management and Sustainability in Agri-Food System: Italian Evidence. Journal of Nutritional Ecology and Food Research (2), 20-28.
Smith, B.G. 2008. Developing sustainable agri-food supply chain. Philosophical Transactions of The Royal Society (363), 849–861.