•  Kanal Pengetahuan Fakultas
  •  Tentang Fakultas
  •  Tentang UGM
Universitas Gadjah Mada Supply Chain
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Artikel
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • Manajemen Rantai Pasok Cabai yang Berkelanjutan

Manajemen Rantai Pasok Cabai yang Berkelanjutan

  • Artikel
  • 5 September 2017, 09.57
  • Oleh:
  • 0

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai. Cabai (Capsicum annuum L) termasuk salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena peranannya yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai komoditi ekspor dan industri pangan.Berdasarkan data Food Agriculture Organization (FAO), Indonesia merupakan negara penghasil cabai terbesar ke empat di dunia, dengan sentra produksi terbanyak berada di Pulau Jawa.

Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 tentang pola distribusi  perdagangan cabai merah di 15 provinsi lokasi penelitian, menunjukkan kecenderungan bahwa alur cabai dari petani dijual ke pedagang pengumpul desa atau ke pedagang besar di sekitar petani. Selanjutnya pedagang pengumpul (pengepul) menjual ke pedagang besar, pedagang besar menjualnya ke pedagang eceran dan selanjutnya ke konsumen akhir.

Beberapa masalah yang ada dalam sistem rantai pasok cabai diantaranya yaitu distribusinya yang masih melalui jalur tataniaga panjang, distribusi marjin yang tidak adil sehingga nilai tambah yang diterima petani tidak optimal, fluktuasi harga tinggi yang juga dapat menyebabkan risiko menjadi tinggi. Masalah distribusi cabai di Indonesia masih perlu diperhatikan dan diberikan solusi yang tepat. Hal tersebut berdasarkanadanya disparitas harga yang cukup tinggi antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen.

Harga cabai yang sering melonjak disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu keadaan dimana jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran sehingga terjadilah keterbatasan supply cabai di pasaran. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kenaikan harga cabai. Selain itu, kondisi terbatasnya jumlah pasokan cabai juga diakibatkan oleh terganggunya produksi yang dialami oleh para petani karena bergesernya perubahan cuaca yang mengganggu pola dan kuantitas produksi cabai. Mengingat cabai merupakan jenis komoditas yang mudah membusuk, maka perubahan cuaca ini sangat mempengaruhi produksi cabai yang dikarenakan produksi cabai sangat bergantung pada cuaca khususnya kelembaban udara dan kadar air tanah.Tingkat produksi cabai tentunya mempengaruhi keberlanjutan rantai pasok cabai itu sendiri. Semakin minim tingkat permasalahan pada rantai pasok tersebut, semakin besar keberlanjutan rantai pasok tersebut.

Keberlanjutan rantai pasok cabai dapat tercapai salah satunya dengan stabilisasi pasokan dan stabilisasi harga. Langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terkait stabilisasi pasokan adalah:

  1. Manajemen  Produksi:
    • perencanaan pola tanam antar wilayah,
    • membagi kuota tanam cabai antar daerah sesuai dengan potensinya,
    • pemantauan luas tambah tanam, produksi dan harga bulanan; dan
    • perpanjangan masa panen dengan pengaturan pemupukan;
  2. Perbaikan Teknis Budidaya:
    • Melaksanakan protected culture, yaitu: Pemberian naungan (dengan mulsa, shading net dan screenhouse);
    • Pengaturan guludan dan drainase: Guludan/saluran drainase  lebih pada saat kondisi lembab (musim hujan tinggi) dan Guludan/saluran lebih rendah pada saat kondisi kering (musim hujan rendah);
    • Penggunaan benih berkualitas (unggul bermutu/bersertifikat);
    • Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).

Sedangkan, langkah kebijakan terkait stabilisasi harga adalah:

  1. Pemantapan  manajemen produksi yang telah ada sehingga  perencanaan dan realisasi lebih akurat;
  2. Kemitraan dengan industri, untuk memberikan jaminan harga (antisipasi harga anjlok).
  3. Promosi konsumsi cabai olahan (saus, cabe giling);
  4. Membuka impor, bila terjadi kekurangan pasokan.

Ditulis oleh: Adinda Bunga A (13/348806/TP/10780) dan Devina Cieny J (13/348759/TP/10770)
adindaflo@gmail.com

Tags: pilihan

Recent Posts

  • Peran Big Data Untuk Optimasi Pengelolaan Rantai Pasok
  • Integrasi Waste Management dengan Reverse Supply Chain Management
  • Short Food Supply Chain (SFSCs) Sebagai Solusi Alternatif Rantai Pasok Produk Organik
  • Optimalisasi Cold Chain untuk Sektor Perikanan Indonesia
  • Supply Chain Traceability pada Produk Pangan dan Hasil Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Supply Chain
Menara Ilmu Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No.1 Bulaksumur
Sleman, Yogyakarta 55281
 (+62 274) 589797
 supplychain.tp@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju