Kedelai adalah salah satu komoditas pangan yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk produk olahan seperti tahu dan tempe. Selain diolah menjadi tempe dan tahu, kedelai juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap, tauco, dan susu kedelai. Produk turunan kedelai ini banyak diminati oleh karena harganya yang relatif murah, rasa yang tidak kalah sedap, serta nilai gizi yang tak kalah tinggi dibanding produk olahan lainnya, salah satunya sebagai pemenuh kebutuhan protein nabati bagi tubuh.
Data menunjukkan, konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia sebesar 6,95 kg dan tahu 7,07 kg. Ironisnya pemenuhan kebutuhan akan kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu, 67,28% atau 1,96 juta ton harus diimpor dari luar. Hal ini terjadi karena produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan produsen tempe dan tahu dalam negeri.1
Gambar 1. Kedelai Putih dan Tempe sebagai Produk Olahannya
Sumber: Dokumen pribadi
Kementan telah mengatur kebijakan terkait komoditas kedelai dalam PAJALE (Padi-Jagung-Kedelai), yang merupakan sebutan untuk program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi-Jagung-Kedelai (UPSUS P2 PAJALE) dalam rangka percepatan swasembada pangan. Melalui Kementerian Pertanian (Kementan), program UPSUS diharapkan dapat mewujudkan salah satu agenda Nawacita yaitu Kedaulatan dan Kemandirian Pangan, sehingga diharapkan dapat mengurangi impor komoditas pangan dan meningkatkan ekspor. Kementan telah mentargetkan swasembada kedelai pada tahun 2018, yang diyakini hal tersebut dapat terwujud melalui dukungan kepada petani dan juga penguatan sumber daya manusia dengan penerapan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) bidang budi daya kedelai.2
Salah satu faktor penentu ketersediaan kedelai hingga ke tangan konsumen selain melalui upaya peningkatan produktivitas, adalah dengan diberlakukannya manajemen rantai pasok yang baik sehingga upaya distribusi sejak dari supplier (petani) – produsen – konsumen dapat berkelanjutan (sustainable). Istilah sustainable supply chain (rantai pasok yang berkelanjutan) sudah mulai digaungkan sejak sekitar 20 tahun lalu dan mulai dikenal baik pada 3 dekade terakhir. Ada 3 aspek penting yang harus diperhatikan dalam sustainable supply chain, yaitu aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pengembangan berkelanjutan merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dalam lingkungan yang sehat dan memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan untuk generasi sekarang dan selanjutnya.3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, model sistem dinamis dapat diterapkan untuk melaksanakan rantai pasok yang berkelanjutan. Seperti yang dilakukan Bernard dan Marios (2000) yang meneliti model sistem dinamis pada supply chain management. Mahbubu (2013) yang meneliti model sistem dinamis pada rantai pasok beras nasional. Model sistem dinamis adalah pendekatan untuk menyelesaikan problem kompleks dengan menganalisis kebijakan dan membuatkan model matematikanya dengan menggunakan komputer.4 Dengan menggunakan sistem dinamis ini, maka kebutuhan dan peluang-peluang yang akan terjadi pada beberapa tahun mendatang dapat diramalkan, sehingga dapat diantisipasi sejak dini. Contoh alur pembuatan model sistem dinamis yang dilakukan oleh Mahbubu (2013) pada penelitiannya adalah sebagai berikut:
Model sistem dinamis tepat diterapkan pada rantai pasok komoditas kedelai di Indonesia. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan komoditas yang pertaniannya dipengaruhi oleh cuaca sehingga produktivitasnya dapat berubah-ubah, tingkat konsumsi yang tinggi, serta diperlukannya kebijakan pemerintah dalam mengatur subsidi, persebaran lahan, dan harga pembelian oleh BULOG salah satunya. Dengan menggunakan model sistem dinamis, analisis perilaku supply chain kedelai sampai beberapa tahun kedepan dapat diketahui dengan melihat dari tiga aspek utama seperti yang berlaku pada sustainable supply chain, yaitu aspek pendapatan ekonomi, aspek sosial, dan aspek ekonomi.5 Dengan begitu, swasembada kedelai dapat diprediksi dan dipersiapkan dengan matang, tanpa ada aspek yang dirugikan atau setidaknya dapat meminimalisir kerugian pada salah satu aspek.
1 Berdasarkan data SUSENAS tahun 2014 yang dirilis BPS. Diakses melalui www.epublikasi.setjen.pertanian.go.id pada 28 Juli 2018
2 www.infonawacita.com/kementan-optimistis-swasembada-kedelai-2018-tercapai-dengan-perkuat-sdm-pertanian diakses pada 28 Juli 2018
3 Ortiz O, Francese C, Sonneman G (2009). Sustainability in the construction industry, a review of recent
developments based on LCA. Journal of Construction and Building Materials 23:28–39.
4 Bernhad & Marios (2000). System Dynamics Modelling in Supply Chain Management: Research Review. Disampaikan pada Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference, J.A. Joines, R. R. Barton, K. Kang, and P.A. Fishwick, eds
5 Mahbubu (2013). Model Dinamis Supply Chain Beras Berkelanjutan Dalam Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Manajemen & Agribisnis, Vol.10 No. 2