Pada era Jokowi, dicanangkan 9 agenda Nawacita yang merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019 dengan fokus memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaian terhadap daya saing perekonomian nasional yang harus kompetitif yang berlandaskan pada keunggulan SDA dan SDM secara berkualitas, serta kemampuan Iptek yang terus meningkat[1]. Dalam rangka mewujudkan agenda Nawacita tersebut, pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan gagasan Tol Laut yang saat ini pembangunannya masih berlangsung. Tol laut sendiri merupakan wujud dari dua poin Nawacita, yaitu memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim dan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Prinsip program Tol Laut adalah membangun sistem transportasi laut dengan kapal yang akan beroperasi tanpa henti (terjadwal) dari Sabang sampai Merauke dengan menggunakan 6 trayek, dimana kapal-kapal besar akan beroperasi pada pelabuhan-pelabuhan utama, kemudian akan diteruskan oleh kapal perintis menuju pelabuhan-pelabuhan yang lebih kecil[2].
Komoditas pangan, khususnya komoditas pangan utama merupakan komoditas yang menjadi kebutuhan tiap masyarakat di pelosok negeri sehingga ketersediannya sangat penting. Permasalahan utama bagi Indonesia sebagai negara archipelago adalah perbedaan harga komoditas pangan yang sangat menonjol antara daerah konsumsi dengan daerah produksi atau antara daerah pelosok dengan pusat kota (perdagangan). Persoalan ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, perbedaan muatan kargo (tidak dimanfaatkan secara optimal) sehingga biaya per unit produk menjadi lebih mahal, tidak efisiennya rantai pasok komoditas pangan, serta banyaknya perlakuan terhadap produk yang diperlukan selama distribusi.
Penerapan konsep Tol Laut ini, diharapkan sistem distribusi produk pangan akan lebih optimal dan dapat menghemat biaya logistik hingga 3,8%[3]. Artinya, permintaan masyarakat disetiap penjuru wilayah dapat terpenuhi dengan adanya pelabuhan-pelabuhan kecil yang dapat diakses oleh kapal-kapal perintis kemudian disalurkan melalui jalur darat. Sedangkan penghematan biaya logistik dapat tercapai hanya bila diimbangi dengan penyesuaian daya produksi tiap wilayah agar setiap return cargo yang kembali ke pelabuhan asal dapat terisi penuh.
Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa persoalan yang harus diselesesaikan untuk menunjang kesuksesan pemberlakuan Tol Laut ini sehingga dapat menjamin keberlanjutan rantai pasok komoditas pangan, beberapa diantaranya:
- Peningkatan dan pemerataan daya produksi di tiap wilayah agar pemenuhan return cargo dapat tercapai. Oleh karena itu seorang agroindustrialist dituntut untuk dapat melalukan intensifikasi produksi komoditas pangan dan melakukan inovasi pemanfaatan produk lokal.
- Pembangunan infrastruktur penunjang baik selama transportasi ataupun di pelabuhan, seperti adanya sistem pendingin yang digunakan untuk mengangkut produk pertanian segar, gudang di pelabuhan untuk menampung produk yang belum siap angkut, dan infrastruktur penunjang lainnya.
- Regulasi yang tegas terkait pengaturan produk pangan impor yang cenderung lebih murah dibanding produk lokal agar kemudian tidak kalah saing di negeri sendiri.
Dengan begitu rakyat Indonesia di seluruh penjuru negeri dapat menikmati hasil dari tanah pertaniannya dengan usaha yang sama tanpa khawatir mengalami kelangkaan komoditas pangan, yang mana merupakan tujuan mulia program Tol Laut ini.
Oleh: An Naafi Yuliati Lathifah (14/365849/TP/11042)
Referensi
[1]Bappenas. 2015. Rencana Pembangunan Jangla Menengah 2015-2019. Diunduh dari www.social-protection.org pada 25 Oktober 2017.
[2]Anonim. 2017. Ini Konsep Sebenarnya Tol Laut Presiden Jokowi. Diunduh dari www.ksp.go.id pada 25 Oktober 2017.
[3] Widianto, Edwin. 2017. Lika-Liku Tol Laut. ProTech/ Edisi IX.
Angg007. 2016. Operasikan 6 Trayek Tol Laut, Negara Siap Hadir di Nusantara. Diunduh dari www.kominfo.go.id pada 25 Oktober 2017.
Gambar: Peta Tol Laut Indonesia (sumber: www.kominfo.go.id)