•  Kanal Pengetahuan Fakultas
  •  Tentang Fakultas
  •  Tentang UGM
Universitas Gadjah Mada Supply Chain
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Artikel
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • page. 2
Arsip:

Artikel

tablet-smartphone

[updated] Meninjau Pengaruh Model Bisnis Online Food Delivery Terhadap Pola Rantai Pasok Makanan

Artikel Thursday, 8 November 2018

Revisi artikel ini bisa dibaca pada halaman berikut ini.

Meningkatnya jumlah layanan pesan antar makanan online (online food delivery) kini membuat konsumen semakin mudah memesan makanan kapanpun dan dimanapun. Dengan tinggal klik di aplikasi/web smartphone, konsumen bisa memesan makanan dan minuman yang kemudian diantar ke tempat konsumen berada.

Berkembangnya era teknologi digital kini telah mengubah model bisnis online food delivery sendiri. Terdapat dua jenis layanan online food delivery yang sudah berkembang saat ini. Jenis pertama adalah agregator, model ini sudah berkembang lebih dari 17 tahun yang lalu. Model ini masuk ke dalam kategori sistem tradisional, dimana pelanggan bisa memesan makanan dari restoran/rumah makan via telpon/web, kemudian restoran tersebut akan mengantarkan makanan dengan driver sendiri yang dimiliki. Jenis kedua adalah new delivery players atau pemain dengan layanan pesan antar jenis baru. Konsep new delivery players dibangun dengan membuat sebuah platform yang menyediakan jasa logistik pesan antar makanan bagi restoran yang tidak mempunyai driver sendiri.

tablet-smartphone

Dewasa ini, platform bisnis yang menyediakan jenis new delivery players sedang berkembang pesat. Platform new delivery players lebih disukai dan dimanfaatkan konsumen karena cukup dengan membuka satu aplikasi atau website, konsumen sudah bisa membandingkan banyak pilihan restoran. Namun, tahukah anda bagaimana sebenarnya konsep online food delivery yang berkembang sekarang mengubah pola rantai pasok makanan? Berikut merupakan pengaruh model bisnis online food delivery terhadap pola rantai pasok.

  1. Visibilitas produk makanan

Visibilitas diartikan dengan dua hal, pertama kenampakan produk makanan secara real yang ditampilkan di aplikasi/web. Kedua ketersediaan/pasokan produk makanan yang ditampilkan secara real time. Ketersediaan produk harus selalu dijaga dengan meningkatkan akurasi data penjualan dan permintaan secara real time. Kini dengan berkembangnya teknologi digital, visibilitas produk menjadi kunci yang dapat mengendalikan tren konsumen dalam bertransaksi, yang kemudian berpengaruh terhadap masa depan logistik rantai pasok.

  1. Visibilitas Rantai Pasok

Setelah visibilitas produk, visibilitas rantai pasok makanan juga harus diperhatikan dengan cara menguatkan traceability/ketertelusuran produk agar kualitas dan keamanan makanan terjamin. Kini untuk meningkatkan hal tersebut, pada restoran yang masih menggunakan sistem tradisional/agregator menyediakan layanan online chatbot untuk dapat berkomunikasi dengan konsumen, sedangkan pada jenis new delivery players, disediakan layanan online chat langsung antara konsumen dengan driver agar konsumen bisa memantau proses rantai pembelian dan pengiriman makanan. Langkah lain untuk menguatkan traceability produk kini dapat memanfaatkan teknologi digital 4.0 yang sedang berkembang seperti IoT, big data, Artificial Intelegence, GPS dan lainnya sehingga bisa lebih efektif dan efisien.

  1. Fokus pada Restoran/Rumah Makan Lokal

Mengirimkan makanan dan minuman kepada konsumen dengan jarak jauh tertentu menambah tantangan logistik sendiri bagi layanan online food delivery. Khususnya pada jenis new delivery players, walaupun driver bukan merupakan bagian dari restoran produsen makanan, namun driver pada jenis ini harus tetap bisa menjamin makanan sampai pada konsumen dengan kualitas baik. Maka dari itu, platform yang membangun konsep new delivery players sekarang lebih memilih mitra restoran/rumah makan lokal. Pemilihan mitra restoran/rumah makan lokal dilakukan agar jarak yang ditempuh driver tidak terlalu jauh dan driver bisa tetap menjamin kualitas logistik makanan yang dikirim.

 

Sumber Pustaka:

Anonim. 2018. The Amazon Effect and Your Supply Chain : Overcoming Disruption with Innovative Strategies. Ryder System

Burnson, Pattrick. 2018. The E-Commerce Logistics Revolution. Legacy Supply Chain Services Peerless Media. Framingham

Grene, Victoria. 2018. Food and Beverage E-commerce : How Online Shopping Impact The Supply Chain. Diakses dari http://www.scmr.com/article/food_beverage_ecommerce_how_online_shopping_impacts_the_supply_chain pada 28 Oktober 2018

Hirschberg, Carsten. Rajko, Alexander. Schumaker, Thomas dan Wrulich, Martin. The Changing Market for Food Delivery. Diakses dari https://www.mckinsey.com/industries/high-tech/our-insights/the-changing-market-for-food-delivery pada 28 Oktober 2018

Gambar : Dokumentasi Pribadi

Penulis: Muhamad Ali Shodiqi

random

Sistem Rantai Pasok Digital Untuk Meningkatkan Ketertelusuran Produk Makanan

Artikel Friday, 26 October 2018

Dewasa ini, perkembangan pesat teknologi informasi telah berpengaruh signifikan terhadap semua aspek kehidupan sehari-hari. Agroindustri merupakan salah satu sektor yang terkena dampak dengan masuknya Indonesia ke dalam era teknologi Industri 4.0.  Secara khusus, Tjahjono dkk (2017) menjelaskan penerapan industri 4.0 pada agroindustri mempunyai pengaruh yang signifikan pada sistem rantai pasok. Kolaborasi antara pemasok, industri dan konsumen merupakan hal krusial untuk meningkatkan transparansi dari semua tahapan rantai pasok mulai dari pesanan produk dikirim sampai produk berada di tangan konsumen.

Salah satu isu yang kompleks dalam rantai pasok agroindustri adalah ketertelusuran (traceability) produk makanan. Ketertelusuran produk makanan dalam rantai pasok diukur dari seberapa besar informasi produk tersebut dapat kembali ditelusur dan dapat diketahui setiap tahapan perubahannya. Ketertelusuran produk makanan menjadi penting karena produk tersebut kita konsumsi sehari-hari. Terdapat ratusan ribu jenis makanan yang telah beredar di pasaran, dimana setiap produk mempunyai proses pengolahan dan model rantai pasok yang berbeda-beda. Dua alasan utama pentingnya ketertulusuran produk makanan adalah keamanan dan kualitas makanan. Dewasa ini, konsumen semakin sadar akan informasi keamanan dan kualitas makanan yang mereka konsumsi. Kondisi ini memaksa produsen menyediakan informasi lebih bagi konsumen agar mudah menulusuri rantai nilai makanan tersebut. Tersedianya informasi ketertelusuran produk dapat membuat konsumen merasa aman dan puas mengkonsumsi makanan yang dikonsumsi.

rantai-pasok
Gambar 1. Perbedaan Sistem Rantai Pasok Tradisional (kiri) dan Sistem Rantai Pasok Digital (kanan)
Sumber : Schrauf dan Berttram (2016)

Untuk menjawab tantangan diatas, digitalisasi dari setiap proses pengolahan dan rantai pasok menjadi salah satu kuncinya. Aplikasi Internet of Things (IoT), penggunaan robot dan Artificial Intelegence (AI), penggunaan sensor di setiap proses, otomatisasi proses serta penerapan analisis big data pada rantai pasok merupakan perangkat yang dapat meningkatkan performansi dan kepuasan konsumen. Penggunaan logika IoT dan komputasi cloud dapat meningkatkan kedalaman sistem untuk memantau setiap pergerakan produk dan pelaku rantai pasok. Penggunaan aplikasi sensor pada produksi, proses, dan lingkungan pemasaran menawarkan perbaikan detail akurasi jalur rantai pasok. Selanjutnya, aplikasi analisis big data dapat menciptakan nilai tambah produk dari data yang diperoleh pada setiap level.

Kedepan, sistem rantai pasok digital produk makanan (digital agrifood supply chain) ini merupakan solusi untuk meningkatkan kapasitas sistem informasi penulusuran produk yang mempunyai bermacam-macam karakteristik. Semua informasi yang dihimpun sistem rantai pasok digital dapat dengan mudah ditemukan pada perangkat IT serta aplikasi mobile oleh produsen dan konsumen. Tersedianya informasi digital ini kemudian dapat memberikan jaminan transparansi dan kualitas produk makanan. Sehingga ekosistem rantai pasok dapat menjadi lebih cepat, akurat, fleksibel, terhubung, dan mempunyai efisiensi yang tinggi.

 

Sumber Pustaka :

Alicke, Knut. 2016. Supply Chain 4.0 : The Next Generation Digital Supply Chain. Diakses dari https://www.mckinsey.com/business-functions/operations/our-insights/supply-chain-40–the-next-generation-digital-supply-chain pada tanggal 19 Oktober 2018

Corallo, Angelo. Latino, Maria Elena. Menegoli, Marta. 2018. From Industry 4.0 to Agriculture 4.0: A Framework to Manage Product Data in Agri-Food Supply Chain for Voluntary Traceability. International Journal of Nutrition and Food Engineering Vol. 12 No.5

Schrauf, Stefan dan Berttram Philipp. 2016. Industry 4.0 How Digitization Makes The Supply Chain More Efficient, Agile and Customer Focused. Diakses dari www.strategyand.pwc.com pada tanggal 19 Oktober 2018

Tjahjono, B. Espugues, C. Ares, E. Pelaez G. 2017.  What does Industry 4.0 Mean to Supply Chain?. Procedia Manufacturing 13 by Elsevier Science Direct

 

Penulis : Muhamad Ali Shodiqi

blockchain

Penerapan Teknologi Blockchain untuk Sistem Rantai Pasok Agroindustri

Artikel Friday, 26 October 2018

Sistem manajemen rantai pasok yang dikenal sejak tahun 2000-an merupakan sistem manajemen rantai pasok yang tersentral. Sistem ini memiliki kelemahan. Masalah kepercayaan seperti adanya korupsi dan informasi yang tidak semestinya membuat sistem rantai pasok tidak berjalan sebagaimana direncanakan. Sistem ini tidak bisa menyajikan data secara real time. Data yang dikirimkan akan memakan waktu untuk mengolah dan menyajikannya.

Alternatif baru yang kini digunakan adalah teknologi blockchain. Blockchain adalah ledger besar yang terdesentralisasi dan terdistribusi yang menyimpan catatan transaksi digital sedemikian rupa sehingga membuatnya dapat diakses dan terlihat oleh banyak anggota dalam jaringan yang terjaga keamanannya. Karena blockchain adalah basis data terdesentralisasi, tidak ada yang mengatur atau memilikinya, dan setelah data diunggah ke blockchain, data tersebut tidak dapat diubah sehingga data tidak dapat dirusak atau dipalsukan.

Teknologi Blockchain memberikan peluang untuk secara transformasi meningkatkan operasi rantai pasokan pertanian. Potensi manfaat berlimpah untuk semua pelaku rantai pasok, mulai dari produsen skala kecil sampai perantara (termasuk pengolah, distributor dan lainnya) hingga konsumen akhir. Dalam bidang pertanian, blockchain dapat diaplikasikan untuk melakukan tracking dan tracing asal produk pertanian. Blockchain juga dapat digunakan untuk mengakses berbagai informasi yang selama ini sulit didapatkan karena berbagai alasan.

Salah satu penelitian di India (Kumar & Iyengar, 2017)menghasilkan usulan skenario blockchain pada rantai pasok beras. Skenario yang disusun menunjukkan bagaimana sistem terdesentralisasi berdasarkan teknologi blockchain menjamin keamanan produk dalam manajemen rantai pasok dan membantu dalam meningkatkan efisiensi rantai pasokan beras dengan menyediakan sistem penelusuran yang merekam semua peristiwa yang terjadi dalam pasokan beras rantai dan monitor keamanan dan kualitas beras. Karena keamanan pangan adalah perhatian utama setiap individu, teknologi blockchain diharapkan digunakan oleh setiap rantai pasok makanan yang menjamin pengiriman produk berkualitas kepada publik.

Penelitian lain di Jepang (Lin, et al., 2017) memanfaatkan penggunaan blockchain yang dipadukan dengan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Model tersebut disusun untuk menciptakan e-agriculture. Sistem e-pertanian ICT dengan teknologi blockchain diusulkan untuk digunakan pada skala lokal dan regional. Penelitian ini memanfaatkan kedua hal tersebut untuk melacak produk pertanian. Tidak hanya mengenai darimana asal produk pertanian tersebut, tetapi juga bisa mengetahui informasi on farm seperti informasi ketersediaan pupuk, jenis pupuk yang digunakan, waktu pemanenan, dan lain-lain. Bahkan bila digunakan untuk wilayah pertanian yang luas, yang menggunakan sumber air yang sama, teknologi ini akan dapat mendeteksi sumber cemaran air bila terjadi polusi air yang menyebabkan gagal panen.

Implementasi teknologi blockchain di bidang pertanian masih bersifat awal dan belum diimplementasikan dalam skala besar. Beberapa pendapat menyatakan implementasi ini membutuhkan biaya investasi dan eksplorasi yang lebih besar. Namun sejauh ini, banyak pendapat menyatakan bahwa teknologi blockchain dapat memberikan efek transformasional pada rantai pasokan pertanian. Penelitian mengenai implementasi teknologi blockchain di bidang pertanian masih sangat sedikit dan dapat dijadikan topik yang bagus bila dilakukan untuk kasus pertanian di Indonesia.

 

Referensi

Brand, N., 2018. Blockchain for Agriculture: Improving Supply Chain Efficiency and Access to Finance for Smallholder Farmers. Dalam: https://nextbillion.net/blockchain-for-agriculture/ [Accessed 17 Oktober 2018].

Kumar, M. V. & Iyengar, D. N. C. S. N., 2017. A Framework for Blockchain Technology in Rice Supply Chain Management. Advanced Science and Technology Letters, Volume 146.

Lin, Y.-P.et al., 2017. Blockchain: The Evolutionary Next Step for ICT E-Agriculture. Environments.

Sumber Gambar: https://cdn-images-1.medium.com/max/1600/0*ar1tXAjt_q5E_Bpj

 

Penulis: Shafira Wuryandani

 

green-scm

Prinsip Dasar Penerapan Green Supply Chain Management pada Agroindustri

Artikel Friday, 26 October 2018

Pada era globalisasi saat ini, isu mengenai perubahan iklim menjadi perhatian serius bagi para pemimpin negara, perusahaan, perguruan tinggi, dan organisasi di berbagai sektor. Isu mengenai lingkungan terkait dengan peran dari manusia dalam menjaga ekosistem. Aktivitas dalam supply chain dan logistik terutama dalam agroindustri memberikan kontribusi terhadap lingkungan. Untuk para pemimpin perusahaan terutama dalam agroindustri perlu memahami dengan baik dan bijaksana mengenai dampak aktivitas supply chain dan logistik terhadap lingkungan sehingga dapat meminimalkan dampak negatif dari aktivitas supply chain dan logistik terhadap lingkungan.

Aktivitas yang dilakukan pada supply chain yaitu mencakup keseluruhan proses aliran material dan barang, mulai dari pemasok, proses produksi, transportasi dan distribusi produk dari manufaktur ke distributor, pengecer, sampai ke konsumen. Pada Green Supply Chain Management mengintegrasikan antara manajemen rantai pasok dengan manajemen lingkungan sehingga dapat menilai dan mengukur mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi dari aktivitas-aktivitas rantai pasok.

green-scm
Gambar 1. Prinsip Dasar Green Supply chain Management

Konsep Green Supply Chain Management sangat penting dilakukan dalam agroindustri karena dapat mengurangi dampak lingkungan, bersaing dalam kompetisi pasar, dan pemenuhan terhadap peraturan mengenai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan menerapkan prinsip dasar dari Green Supply Chain Management, perusahaan akan melakukan pengukuran, apabila ada hal yang tidak sesuai maka akan diadakan perbaikan terus menerus, sehingga tujuan target dapat terpenuhi. Pada konsep Green Supply Chain Management ini mengacu pada perspektif lingkungan, yaitu bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengurangi limbah dan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan rantai pasok dalam agroindustri. Dengan menjaga lingkungan tentunya akan menghasilkan keberlanjutan kegiatan rantai pasok di masa yang akan datang.

Dalam rangka mengimplementasikan praktik-praktik terbaik dari Green Supply Chain Management dalam agroindustri terdapat beberapa fungsi operasional dan aktivitas-aktivitas penunjang diantaranya:

  1. Pengadaan hijau (Green Procurement). Pengadaan hijau adalah suatu solusi untuk mengantisipasi dampak negatif perubahan lingkungan, yaitu terdiri dari manajemen limbah seperti penggunaan kemasan yang dapat di daur ulang atau dipakai kembali. Aktivitas-aktivitas dalam pengadaan hijau antara lain yaitu pemilihan supplier yang memiliki standar mutu lingkungan dan melakukan promosi mengenai kegiatan daur ulang sehingga akan mengurangi bahan yang berbahaya.
  2. Manufaktur hijau (Green Manufacturing). Manufaktur hijau merupakan proses produksi dengan menggunakan input yang akan mengasilkan sedikit atau bahkan zero waste. Dengan begitu akan menurunkan biaya bahan baku. Aktivitas dalam manufaktur hijau seperti teknologi efisiensi energy, yaitu dengan mengurangi daya konsumsi dalam produk, meningkatkan kapasitas mesin, desain produk, dan lain-lain.
  3. Distribusi hijau (Green Distribution). Kegiatan dalam distribusi hijau yaitu dengan kemasan hijau (dengan menggunakan bahan yang ramah lingkungan) dan logistik hijau yang meliputi penggunaan kendaraan dengan bahan bakar alternatif dan mendistribusikan dalam jumlah yang besar.
  4. Logistik balik (Reverse Logistik). Logistik balik merupakan proses mengambil produk dari konsumen akhir untuk tujuan meningkatkan  nilai pembuangan yang tepat. Aktivitas yang dilakukan seperti pengumpulan, penyortiran, pemulihan, redistribusi, dan pembuangan.

Konsep dari Green Supply Chain Management ini dapat mengatasi terjadinya polusi, limbah, dan bahaya lain terhadap lingkungan sehingga dapat menghadapi isu-isu lingkungan yang saat ini menjadi perhatian. Selain itu, dengan menerapkan konsep dari Green Supply Chain Management maka akan berpeluang meningkatkan efisiensi aktivitas logistik sehingga akan menurunkan total biaya logistik.

 

Referensi:

Alfa, Puryono Daniel, Mustafid, dan Ferry Jie. Penerapan Green Supply Chain Management untuk Peningkatan Kinerja Keuangan Perusahaan. Dalam Jurnal Sistem Informasi Bisnis, Vol. 02: 154-161.

Anonim. 2015. Green Supply chain & Logistiks. Diakses dalam www. http://supplychainindonesia.com pada tanggal 17 Oktober 2018 pukul 14.34 WIB.

Tomasino, Matt. 2018. Green Supply Chain Management. Diakses dalam http://www.greenhome.com pada tanggal 17 Oktober 2018 pukul 15.13 WIB.

 

Penulis: Anggriani Dwi Putriasih (TIP 2015)

random

[updated] Konsep Dasar Sistem Rantai Pasok Digital Untuk Meningkatkan Ketertelusuran (Traceability) Produk Makanan

Artikel Friday, 26 October 2018

Revisi artikel ini bisa dibaca pada halaman berikut ini.

Dewasa ini, perkembangan pesat teknologi informasi telah berpengaruh signifikan terhadap semua aspek kehidupan sehari-hari. Agroindustri merupakan salah satu sektor yang terkena dampak dengan masuknya Indonesia ke dalam era teknologi Industri 4.0. Secara khusus, Tjahjono dkk (2017) menjelaskan penerapan industri 4.0 pada agroindustri mempunyai pengaruh yang signifikan pada sistem rantai pasok. Kolaborasi antara pemasok, industri dan konsumen merupakan hal krusial untuk meningkatkan transparansi dari semua tahapan rantai pasok mulai dari pesanan produk dikirim sampai produk berada di tangan konsumen.

Salah satu isu yang kompleks dalam rantai pasok agroindustri adalah ketertelusuran (traceability) produk makanan. Ketertelusuran produk makanan dalam rantai pasok diukur dari seberapa besar informasi produk tersebut dapat kembali ditelusur dan dapat diketahui setiap tahapan perubahannya. Ketertelusuran produk makanan menjadi penting karena produk tersebut kita konsumsi sehari-hari. Terdapat ratusan ribu jenis makanan yang telah beredar di pasaran, dimana setiap produk mempunyai proses pengolahan dan model rantai pasok yang berbeda-beda. Dua alasan utama pentingnya ketertulusuran produk makanan adalah keamanan dan kualitas makanan. Dewasa ini, konsumen semakin sadar akan informasi keamanan dan kualitas makanan yang mereka konsumsi. Kondisi ini memaksa produsen menyediakan informasi lebih bagi konsumen agar mudah menulusuri rantai nilai makanan tersebut. Tersedianya informasi ketertelusuran produk dapat membuat konsumen merasa aman dan puas mengonsumsi makanannya.

Untuk menjawab tantangan diatas, digitalisasi dari setiap proses pengolahan dan rantai pasok menjadi salah satu kuncinya. Aplikasi Internet of Things (IoT), penggunaan robot dan Artificial Intelegence (AI), penggunaan sensor di setiap proses, otomatisasi proses serta penerapan analisis big data pada rantai pasok merupakan perangkat yang dapat meningkatkan performansi dan kepuasan konsumen. Penggunaan logika IoT dan komputasi cloud dapat meningkatkan kedalaman sistem untuk memantau setiap pergerakan produk dan pelaku rantai pasok. Penggunaan aplikasi sensor pada produksi, proses, dan lingkungan pemasaran menawarkan perbaikan detail akurasi jalur rantai pasok. Selanjutnya, aplikasi analisis big data dapat menciptakan nilai tambah produk dari data yang diperoleh pada setiap level.

rantai-pasok
Gambar 1. Perbedaan Sistem Rantai Pasok Tradisional (kiri) dan Sistem Rantai Pasok Digital (kanan)
Sumber : Schrauf dan Berttram (2016)

Kedepan, sistem rantai pasok digital produk makanan (digital agrifood supply chain) ini merupakan solusi untuk meningkatkan kapasitas sistem informasi penulusuran produk yang mempunyai bermacam-macam karakteristik. Semua informasi yang dihimpun sistem rantai pasok digital dapat dengan mudah ditemukan pada perangkat IT serta aplikasi mobile oleh produsen dan konsumen. Tersedianya informasi digital ini kemudian dapat memberikan jaminan transparansi dan kualitas produk makanan, sehingga ekosistem rantai pasok dapat menjadi lebih cepat, akurat, fleksibel, terhubung, dan mempunyai efisiensi yang tinggi.

 

Sumber Pustaka :

Alicke, Knut. 2016. Supply Chain 4.0 : The Next Generation Digital Supply Chain. Diakses dari https://www.mckinsey.com/business-functions/operations/our-insights/supply-chain-40–the-next-generation-digital-supply-chain pada tanggal 19 Oktober 2018

Corallo, Angelo. Latino, Maria Elena. Menegoli, Marta. 2018. From Industry 4.0 to Agriculture 4.0: A Framework to Manage Product Data in Agri-Food Supply Chain for Voluntary Traceability. International Journal of Nutrition and Food Engineering Vol. 12 No.5

Schrauf, Stefan dan Berttram Philipp. 2016. Industry 4.0 How Digitization Makes The Supply Chain More Efficient, Agile and Customer Focused. Diakses dari www.strategyand.pwc.com pada tanggal 19 Oktober 2018

Tjahjono, B. Espugues, C. Ares, E. Pelaez G. 2017.  What does Industry 4.0 Mean to Supply Chain?. Procedia Manufacturing 13 by Elsevier ScienceDirect

 

Penulis: Muhamad Ali Shodiqi (14/369546/TP/111380)

salak-pondoh

Strategi Kinerja Pelaku Rantai Pasok Salak Pondoh

Artikel Friday, 26 October 2018

Salak (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) merupakan salah satu komoditas yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi buah nasional. Data Kementerian Pertanian (2014) menyebutkan bahwa produksi buah salak menempati urutan kelima dengan produksi sebesar 1.118.953 ton atau sekitar 5,65% terhadap total produksi buah nasional. Selain itu, salak juga termasuk 3 buah yang menjadi primadona ekspor Indonesia selain manggis dan mangga. Di Indonesia, salak banyak di produksi di Pulau Jawa yaitu Jawa Tengah dan DIY, khususnya Kabupaten Sleman. Salak yang dihasilkan di Kabupaten Sleman adalah salak dengan jenis varietas pondoh dengan kualitas terbaik jika dibandingkan dengan varietas lainnya dan sudah tersertifikasi Indikasi Geografis sejak Juni 2013, sehingga pemasaran produk segar salak pondoh ini tidak hanya di dalam negeri saja, namun juga sudah diekspor oleh Kelompok Tani.

salak-pondoh
Gambar 1. Salak Pondoh

Salak memiliki sifat yang mudah rusak seperti komoditas pertanian pada umumnya. Dengan jangkauan produksinya yang tidak hanya di dalam negeri saja, penerapan manajemen rantai pasok merupakan hal yang sangat penting bagi bahan yang mudah rusak terutama untuk mengoordinasikan pengelolaan aliran barang. Salak pondoh merupakan buah hortikultura dengan permintaan yang semakin meningkat. Adanya faktor permintaan dan penawaran oleh konsumen dapat mempengaruhi kinerja manajemen rantai pasok salak pondoh yang dilakukan oleh setiap pelaku. Selain itu, berdasarkan karakteristik buahnya, salak pondoh merupakan buah musiman sehingga menyebabkan rumitnya rantai pasok serta dapat mempengaruhi kinerja rantai pasok. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas salak pondoh hingga sampai ditangan konsumen diperlukan strategi khusus untuk melakukan peningkatan kinerja para pelaku rantai pasok salak pondoh.

Pelaku rantai pasok salak pondoh terdiri dari petani, kelompok tani, pengepul, paguyuban dan asosiasi, pedagang besar, serta pedagang kecil. Berikut ini adalah skema aliran rantai pasok salak pondoh.

skema-aliran-rantai-pasok-salak-pondoh-di-sleman
Gambar 2. Skema aliran rantai pasok salak pondoh di Sleman

Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan pada tiga bagian utama aktifitas setiap pelaku, yaitu customer facing, internal facing, dan shareholder facing (Bolstroff dan Rosenbaum, 2003). Customer facing mengukur kinerja ketepatan kuantitas, kualitas, dan waktu order, serta fleksibilitas pelaku rantai pasok dalam menghadapi order. Internal Facing mengukur kinerja pelaku dari segi kemampuan pengelolan biaya dan aset yang dimiliki. Kemudian, shareholder facing mengukur kinerja pelaku dalam menghasilkan pendapatan (Supply Chain Council, 2012). Petani dan kelompok tani memiliki kinerja yang kurang baik pada pengelolaan aset, nilai pengembalian aset dan modal kerja yang dimiliki oleh petani sangat sedikit dimana laba yang dihasilkan oleh petani hanya 0,17% dari aset dan modal kerja yang digunakan untuk investasi. Dari segi kinerja pemenuhan kebutuhan konsumen sudah cukup baik. Penyalur ekspor memiliki kinerja yang kurang baik dari sisi fleksibilitas, karena konsumen sudah tidak dapat mengurangi jumlah ordernya setelah memesan, sedangkan konsumen hanya dapat meningkatkan ordernya setelah pesan dengan jumlah maksimal 14kg. Hal tersebut kurang baik dari sisi pelaku penyalur yang seharusnya memiliki fleksibilitas tinggi karena harus bersaing dengan penyalur lainnya. Kemudian, untuk pengepul, kinerja yang kurang baik adalah dari segi pengiriman yang masih lebih dari 1 hari, bahkan 2-3 hari jika pengiriman antar pulau. Kinerja lain seperti pemenuhan kualitas dan kuantitas produk, serta pengelolaan biaya dan aset sudah sangat baik. Selanjutnya pelaku yang terakhir adalah pedagang memiliki keseluruhan kinerja yang cukup baik, baik dari pemenuhan pesanan konsumen, pengelolaan biaya dan aset, maupun pengelolaan laba yang didapatkan.

Berdasarkan kinerja dari masing-masing pelaku rantai pasok, perlu diterapkan strategi dalam peningkatan kinerja pelaku rantai pasok. Menurut Cohen dan Roussel (2005) faktor penting yang difokuskan dalam penyusunan strategi rantai pasok adalah inovasi, pelayanan, kualitas, atau biaya. Strategi yang dapat diterapkan untuk petani dan kelompok tani ini adalah fokus pada biaya yaitu perlunya perhitungan harga pokok penjualan dari total biaya rantai pasok, namun petani juga tidak perlu memasang marjin yang tinggi untuk menjaga kontinuitas order. Untuk penyalur dan pengepul, strategi yang dapat diterapkan adalah fokus pada fleksibilitas dan layanan, dimana penyalur sebaiknya melakukan schedulling sebelum memenuhi order, sehingga dapat memiliki fleksibilitas yang tinggi. Selain itu, pengepul sebaiknya menerapkan strategi transportasi intermodal yang dapat memperpendek waktu tunggu konsumen dan meningkatkan layanan yang diberikan.

 

Referensi:

Bolstroff, Peter and Robert Rosenbaum. 2003. Supply Chain Excellence A handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. AMACOM. New York.

Cohen, Shoshanah and Joseph Roussel. 2005. Strategic Supply Chain Management Second Edition : The Five Disciplines For Tor Performance. Mc Graw Hill, United States

Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Pertanian 2014. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian RI

Supply Chain Council. 2012. Supply Chain Operation Reference Revision 11,0. Supply Chain Council, Inc. United States of America.

 

Penulis: Melinda Sugiana Dharmawati

beras-merah-dan-beras-hitam

Rantai Pasok Beras Berwarna (Pigmented Rice)

Artikel Friday, 21 September 2018

Beberapa tahun terakhir ini, beras merah dan hitam semakin populer meskipun beras putih merupakan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi. Beras merah dan hitam dapat menjadi makanan alternatif bagi penderita diabetes dan orang-orang yang ingin mengurangi risiko karena indeks glikemik yang rendah. Karena itulah permintaan beras merah dan hitam di Yogyakarta terus meningkat, sementara ketersediaan beras merah dan beras hitam di retail moderen dan pasar tradisional menjadi salah satu penandanya.

beras-merah-dan-beras-hitam
Gambar 1 Beras merah dan beras hitam Sumber: http://ekafarm.id/beras-hitam-atau-beras-merah/

Pertumbuhan pasar beras berwarna sendiri sangat dipengaruhi oleh para pelaku yang terlibat di dalamnya. Serangkaian aktivitas bernilai yang dilakukan oleh para pelaku yang terlibat dalam bisnis yang diberikan pada bahan baku hingga menjadi produk dan sampai di tangan konsumen membentuk rantai nilai. Rantai nilai (value chain) adalah serangkaian hubungan aktivitas penciptaan nilai mulai dari bahan mentah sampai dengan tahap pembuangan produk akhir oleh konsumen akhir dan mungkin juga berlanjut sampai dengan daur ulang dan penciptaan value chain yang baru. Jadi value adalah konversi manfaat atau nilai dari produk dalam satuan uang. Semakin tinggi value dari barang dan jasa semakin besar kesediaan seseorang untuk membayarnya. Oleh sebab itu, kunci sukses dalam berkompetisi adalah dengan secara terus menerus membangun value bagi konsumen dengan kata lain, perusahaan harus berorientasi konsumen atau customer center.

Dalam bisnis beras merah dan hitam, ada 5 pelaku yang terlibat, yaitu petani, kelompok tani, asosiasi kelompok tani, distributor, dan pengecer. Kelima pelaku ini membentuk 5 rantai nilai untuk beras merah dan 4 rantai nilai untuk beras hitam. Kegiatan utamanya adalahmenanam padi, memanen, dan menyuling, memilah, mengemas, dan menjual. Kinerja beras berpigmen adalah sebagai berikut: pada rantai nilai beras merah, petani mendapatkan keuntungan tertinggi dalam setiap rantai, kecuali pada rantai yang asosiasi kelompok petani yang terlibat di dalamnya; margin pemasaran terbesar pada rantai yang ada petani – asosiasi kelompok petani – pengecer – pengguna akhir penggunaan. Pada rantai nilai beras hitam, petani mendapatkan untung tertinggi di setiap rantai, kecuali pada rantai yang melibatkan kelompok petani di dalamnya; margin pemasaran terbesar pada rantai yang ada petani – kelompok petani – distributor – pengecer – pengguna akhir penggunaan. Dan kedua rantai nilai dari beras merah dan hitam, pangsa petani tertinggi diperoleh pada rantai yang ada petani – distributor – konsumen pengguna akhir.

jaringan-pemasaran-beras-berwarna
Gambar 2 Jaringan Pemasaran Beras Berwarna

Pada kinerja rantai nilai beras merah, petani memperoleh laba tertinggi di setiap rantai, kecuali pada rantai yang gapoktan terlibat di dalamnya sedangkan pada rantai nilai beras hitam, petani memperoleh laba tertinggi di setiap rantai, kecuali pada rantai yang kelompok tani terlibat di dalamnya. Pada kedua rantai nilai, beras merah dan hitam, bagian harga yang diterima petani tertinggi pada rantai petani-distributor.

 

Referensi:

Anindita, K. P., 2016. Analisis Rantai Nilai Beras Berwarna (Studi Kasus di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Mildawati, Titik. 2006. Pemberdayaan Koperasi melalui Value Chain untuk Menciptakan Keunggulan Bersaing. Dalam Jurnal EKUITAS ISSN 1411-0393 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.

 

(Shafira Wuryandani)

sawah-padi-hitam

Mendongkrak Branding Beras Sleman dengan Mengoptimalkan Manajemen Rantai Pasok

Artikel Friday, 21 September 2018

Beras Sleman merupakan branding beras asli Kabupaten Sleman yang tengah digaungkan oleh pemerintah kabupaten terkait. Hal tersebut dilakukan bukan tanpa sebab, saat ini beras asal Sleman tidak sedikit yang dijual keluar daerah Sleman yang kemudian dikemas dan dijual kembali di wilayah Sleman. Produk lokal Sleman antara lain adalah beras hitam (Sembada Hitam), beras merah (Sembada Merah), menthik, dan beras lokal lain seperti rojolele. Beras yang dihasilkan oleh petani Sleman umumnya merupakan beras kualitas premium namun dijual curah tanpa brand atau dijual dalam bentuk gabah kering.

sawah-padi-hitam
Gambar 1. Sawah padi hitam di Sleman
Sumber: Dokumen pribadi

Pemasaran beras erat kaitannya dengan rantai pasokan, dimana rantai pasok produk pertanian termasuk kompleks. Kompleksitas tersebut semakin rumit pada komoditas pertanian yang secara alamiah memiliki keterbatasan yaitu mudah rusak, kamba, sumber tersebar, volume panen umumnya kecil dan musiman. Oleh karenanya manajemen rantai pasok beras harus selalu dipantau, baik oleh para pelakunya maupun pemerintah selaku pemegang regulasi. Manajemen rantai pasok merupakan upaya pendekatan dalam mengelola rantai pasok yang mencakup aspek aliran material, informasi, dan uang.

kegiatan-expo-beras
Gambar 1. Kegiatan Expo Beras Sleman Sumber : jogja.tribunnews.com

Chopra dan Meindl (2007) menjelaskan bahwa rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun melibatkan tiga aliran konstan yaitu :

  1. Aliran material, merupakan aliran barang dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Aliran fisik yang dimaksud merupakan aliran material ataupun produk mulai dari bahan baku (supplier) hingga menjadi produk (konsumen). Dalam hal ini material adalah beras.
  2. Aliran informasi, merupakan aliran yang terjadi baik dari hulu ke hilir maupun sebaliknya dari hilir ke hulu. Informasi yang mengalir merupakan informasi yang berkaitan dengan harga bahan baku, harga produk, stok bahan baku, jumlah pemesanan (order), jadwal pengiriman, data penjulan maupun informasi terkait pemasaran produk.
  3. Aliran uang adalah perpindahan uang yang mengalir dari hilir (downstream) ke hulu (upstream). Aliran pembayaran yang terjadi meliputi aliran uang, tagihan (invoice), penetanpan harga (pricing) dan credit terms flow yang mengalir dari kosumen hingga ke supplier.

Kegiatan branding harus dimulai dari produsen yaitu petani serta pelaku agroindustri untuk selalu mencantumkan logo Beras Sleman. Upaya branding dapat dilakukan dengan cara melakukan kerjasama dengan pihak ritel untuk memperkuat branding. Kerjasama dengan ritel juga akan memperpendek jalur distribusi dan pengolahan beras. Selain itu dengan mengadakan kerjasama kontrak dengan pihak ritel dapat meningkatkan harga jual yang lebih tinggi, meningkatkan wawasan petani tentang manajemen bisnis dan pengelolaan produksi. Manajemen rantai pasok dilakukan untuk mendapatkan solusi optimal yang berdampak pada biaya rantai pasok dalam proses menyalurkan barang dan jasanya kepada pelanggan. Dengan selalu diperhatikannya manajemen rantai pasok diharapkan branding terhadap Beras Sleman akan mudah diterima oleh pelanggan serta dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.

References

Chopra, S., and Mendl, P. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation [Third Edition]. New Jersey: Prentica Hall.

Aprita, Alexandra. Kerjasama Retail, Cara Pemkab Sleman Perkuat Branding Beras Hasil Produksinya, http://jogja.tribunnews.com/2018/09/10/kerjasama-retail-cara-pemkab-sleman-perkuat-branding-beras-hasil-produksinya.

padi

Supply Chain Traceability: Strategi Meningkatkan Eksistensi Sembada Hitam

Artikel Friday, 21 September 2018

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keragaman lingkungan fisik, dari dataran pantai hingga pegunungan, dari tanah berkapur hingga tanah lempung. Keanekaragaman fisik tentunya diikuti dengan keanekaragaman genetik, salah satunya pada beras1. Sembada Hitam, adalah salah satu produk beras lokal unggulan Kabupaten Sleman dengan jenis beras hitam
yang namanya telah didaftarkan di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Bagi sebagian orang beras hitam terdengar asing, bahkan mungkin tidak pernah mendengar karena kalah populer dengan ketan hitam. Dari segi kenampakan, sesuai dengan namanya, Sembada Hitam memiliki warna hitam pada kulit arinya. Hal tersebut karena adanya kandungan antosianin berwarna ungu pekat yang baik untuk kesehatan sebagai antioksidan.

padi
Gambar 1. Tanaman Padi Sembada Hitam Sumber : Dokumentasi Pribadi

Untuk menjaga eksistensi Sembada Hitam tentunya diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, dari perangkat pemerintahan, pelaku bisnis hingga konsumennya. Tujuannya tentu tidak hanya menjaga “keberadaannya” namun juga membentuk bisnis yang berkelanjutan. Integrasi dan koordinasi sistem produksi diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen sehingga perlu dilakukan pendekatan untuk mengatasi hambatan, baik teknis maupun non teknis. Chopra dan Meindl (2007)2 menggambarakan bahwa pendekatan tersebut adalah manajemen rantai pasok (supply chain management) yang mencakup aliran fisik, informasi, dan finansial.

Secara faktual, rantai pasok adalah kegiatan mengelola aliran barang, informasi, dan uang oleh satu atau beberapa aktor yang saling berhubungan secara teratur untuk memenuhi keinginan konsumen dalam hal mutu, jumlah, dan time delivery3 . Manajemen rantai pasok komoditas pertanian (agricultural supply chain) sangat komplek karena melibatkan banyak aktor dan aktivitas dalam produksinya. Aktor utama yang terlibat dimulai dari petani sebagai produsen, pedagang pengepul kecil (desa), pedagang pengepul besar (kecamatan), agroindustri, distributor, pengecer, dan konsumen3.

kegiatan-agroindustri
Gambar 2. Kegiatan Agroindustri Sembada Hitam di Salah Satu Unit Usaha
Sumber : Dokumentasi Pribadi

European Comision (EC) regulation No,178/2002 mendefinisikan traceability sebagai kemampuan menelusuri seluruh proses produksi dan distribusi yang mencakup produk pangan, pakan serta ingrediennya3. Dewasa ini, sistem traceability erat hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan konsumen sehingga berfokus pada optimasi, keamanan, dan aspek pasar. Kombinasi antara jaringan internet dalam bentuk website memungkinkan terbentuk interaksi antara aktor yang terlibat, baik produsen-konsumen, maupun antar produsen. Dalam membentuk sistem tersebut tentunya diperlukan suatu data base mengenai siapa saja aktor yang terlibat. Sistem dapat dikelola oleh penengah baik pelaku agroindustri maupun pemerintah terkait. Dengan supply chain traceability konsumen dapat mengetahui asal muasal produk, dalam hal ini adalah beras Sembada Hitam. Meskipun berasal dari satu varietas yang sama hasil panen Sembada Hitam dapat memiliki perbedaan mutu karena pengaruh keanekaragaman lingkungan fisik. Perusahaan pengolah pangan berbasis beras hitam mulai melirik Sembada Hitam untuk produksinya. Dengan sistem ini para pengusaha dapat menentukan siapa petani yang akan menanam dan di daerah mana. Tentu saja sistem ini akan sangat menarik dan peluang eksistensi Sembada Hitam akan meningkat.

References

1Kristamtini, Setyo W, Sutarno, Sudarmaji, dkk. Pelestarian Partisipasif Padi Beras Hitam Lokal di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Genetik Pertanian. BPTP Yogyakarta.

2Chopra, S., and Mendl, P. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation [Third Edition]. New Jersey: Prentica Hall.

3Jaya, Rachman. 2014. Review Sistem Traceability Pada Rantai Pasok Produk Pertanian: Studi Kasus Komoditi Kakao. Jurnal Teknologi dan Mutu Industri Vol 1 No.17.

 

Tulisan oleh: Anisah Riyadi (TIP 2014)

Peran Strategis Manajemen Rantai Pasok dalam Mendukung Indonesia Swasembada Pangan

Artikel Saturday, 28 October 2017

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah, tanah subur, lautan luas, dan garis pantai yang panjang. Dengan modal tersebut, Indonesia memiliki potensi pertanian tanaman pangan yang baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Namun, hingga saat ini Indonesia belum bisa dikatakan swasembada pangan, hal ini dikarenakan masih adanya aktifitas impor produk pangan, hingga yang terbaru Indonesia harus mengimpor garam 2016 lalu. Sulitnya mencapai swasembada pangan ini, salah satunya disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan tidak disertai dengan ekstensifikasi lahan pertanian namun justru pengalihfungsian lahan[1]. Selain itu juga dikarenakan faktor cuaca serta tingkat kesejahteraan petani yang rendah sehingga orang tidak tertarik dengan profesi tersebut[2]. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan adalah dengan memfokuskan terlebih dahulu pada 11 komoditas pangan strategis, yaitu beras, jagung, kedelai, daging sapi, gula, ayam, telur, cabai, bawang, dan minyak.

Apabila ditarik pada intinya, tantangan dalam mewujudkan swasembada pangan adalah bagaimana mewujudkan sistem distribusi yang dapat memenuhi kuantitas dan kualitas komoditas pangan yang diharapkan masyarakat dengan tidak mengesampingkan kesejahteraan petani. Artinya diperlukan upaya perencanaan pemenuhan kebutuhan (demand) dengan mengoptimalkan surplus produksi, pemilihan strutur rantai pasok dan mekanisme distribusi yang optimal untuk menghemat biaya, dan alternatif kebijakan yang mendukung optimasi sistem perdagangan dan distribusi komoditas pangan lokal, yang mana keseluruhan aktifitas tersebut merupakan satu kesatuan (saling terintegrasi) dalam manajemen rantai pasok.

Definisi rantai pasok (supply chain) merupakan bentuk kerja sama jangka panjang dengan pelanggan untuk mengurusi sebagian atau seluruh proses perolehan, penyimpanan, dan penggunaan barang yang bertujuan untuk mengurangi biaya-biaya dalam memenuhi kebutuhan produk-produk yang diperlukan. Konsep supply chain adalah tidak hanya menjual, tetapi duduk bersama sebagai mitra bisnis dengan memberikan saran dalam pengaturan persediaan perusahaan pelanggan. Menurut Schroeder (2000:179), Suppy chain management adalah perencanaan, desain, dan pengendalian terhadap aliran informasi dan materi yang terdapat pada supply chain dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cara yang efisien saat ini dan untuk masa yang akan datang[3].

Sustainable supply chain management akan mendorong mekanisme pengadaan komoditas pangan yang prediktif dengan mempertimbangkan berbagai faktor produksi sehingga dapat mempertemukan supply dengan demand secara efisien. Petani sebagai supplier harus diperhatikan kesejahteraannya, dan masyarakat sebagai konsumen juga harus diperhatikan keinginannya. Aktifitas pembentukan harga juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, oleh karena itu biaya logistik harus diupayakan seminimal mungkin. Mengingat hal tersebut, maka tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perumusan swasembada pangan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dari sumber daya lokal, manajemen rantai pasok memiliki peran strategis di dalamnya.

Oleh: An Naafi Yuliati Lathifah (14/365849/TP/11042)

 

Referensi

[1] Amirullah. 2016. Swasembada Pangan. Dari sulsel.litbang.pertanian.go.id diunduh pada 27 Oktober 2017.

[2] Wibowo, Kukuh. 2017. Soal Kesejahteraan Petani, BPS dan Kementan Beda Pendapat. Dari www.tempo.co diunduh pada 27 Oktober 2017.

[3] Rangkuti, Freddy. 2004. Flexible Marketing. Jakarta: Gramedia.

123

Recent Posts

  • Peran Big Data Untuk Optimasi Pengelolaan Rantai Pasok
  • Integrasi Waste Management dengan Reverse Supply Chain Management
  • Short Food Supply Chain (SFSCs) Sebagai Solusi Alternatif Rantai Pasok Produk Organik
  • Optimalisasi Cold Chain untuk Sektor Perikanan Indonesia
  • Supply Chain Traceability pada Produk Pangan dan Hasil Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Supply Chain
Menara Ilmu Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No.1 Bulaksumur
Sleman, Yogyakarta 55281
 (+62 274) 589797
 supplychain.tp@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY