•  Kanal Pengetahuan Fakultas
  •  Tentang Fakultas
  •  Tentang UGM
Universitas Gadjah Mada Supply Chain
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Artikel
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • page. 3
Arsip:

Artikel

Tol Laut: Sarana Distribusi Komoditas Pangan ke Penjuru Negeri

Artikel Saturday, 28 October 2017

Pada era Jokowi, dicanangkan 9 agenda Nawacita yang merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019 dengan fokus memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaian terhadap daya saing perekonomian nasional yang harus kompetitif yang berlandaskan pada keunggulan SDA dan SDM secara berkualitas, serta kemampuan Iptek yang terus meningkat[1]. Dalam rangka mewujudkan agenda Nawacita tersebut, pemerintahan Jokowi-JK mengeluarkan gagasan Tol Laut yang saat ini pembangunannya masih berlangsung. Tol laut sendiri merupakan wujud dari dua poin Nawacita, yaitu memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim dan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Prinsip program Tol Laut adalah membangun sistem transportasi laut dengan kapal yang akan beroperasi tanpa henti (terjadwal) dari Sabang sampai Merauke dengan menggunakan 6 trayek, dimana kapal-kapal besar akan beroperasi pada pelabuhan-pelabuhan utama, kemudian akan diteruskan oleh kapal perintis menuju pelabuhan-pelabuhan yang lebih kecil[2].

Komoditas pangan, khususnya komoditas pangan utama merupakan komoditas yang menjadi kebutuhan tiap masyarakat di pelosok negeri sehingga ketersediannya sangat penting. Permasalahan utama bagi Indonesia sebagai negara archipelago adalah perbedaan harga komoditas pangan yang sangat menonjol antara daerah konsumsi dengan daerah produksi atau antara daerah pelosok dengan pusat kota (perdagangan). Persoalan ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi yang harus dikeluarkan, perbedaan muatan kargo (tidak dimanfaatkan secara optimal) sehingga biaya per unit produk menjadi lebih mahal, tidak efisiennya rantai pasok komoditas pangan, serta banyaknya perlakuan terhadap produk yang diperlukan selama distribusi.

Penerapan konsep Tol Laut ini, diharapkan sistem distribusi produk pangan akan lebih optimal dan dapat menghemat biaya logistik hingga 3,8%[3]. Artinya, permintaan masyarakat disetiap penjuru wilayah dapat terpenuhi dengan adanya pelabuhan-pelabuhan kecil yang dapat diakses oleh kapal-kapal perintis kemudian disalurkan melalui jalur darat. Sedangkan penghematan biaya logistik dapat tercapai hanya bila diimbangi dengan penyesuaian daya produksi tiap wilayah agar setiap return cargo yang kembali ke pelabuhan asal dapat terisi penuh.

Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa persoalan yang harus diselesesaikan untuk menunjang kesuksesan pemberlakuan Tol Laut ini sehingga dapat menjamin keberlanjutan rantai pasok komoditas pangan, beberapa diantaranya:

  1. Peningkatan dan pemerataan daya produksi di tiap wilayah agar pemenuhan return cargo dapat tercapai. Oleh karena itu seorang agroindustrialist dituntut untuk dapat melalukan intensifikasi produksi komoditas pangan dan melakukan inovasi pemanfaatan produk lokal.
  2. Pembangunan infrastruktur penunjang baik selama transportasi ataupun di pelabuhan, seperti adanya sistem pendingin yang digunakan untuk mengangkut produk pertanian segar, gudang di pelabuhan untuk menampung produk yang belum siap angkut, dan infrastruktur penunjang lainnya.
  3. Regulasi yang tegas terkait pengaturan produk pangan impor yang cenderung lebih murah dibanding produk lokal agar kemudian tidak kalah saing di negeri sendiri.

Dengan begitu rakyat Indonesia di seluruh penjuru negeri dapat menikmati hasil dari tanah pertaniannya dengan usaha yang sama tanpa khawatir mengalami kelangkaan komoditas pangan, yang mana merupakan tujuan mulia program Tol Laut ini.

Oleh: An Naafi Yuliati Lathifah (14/365849/TP/11042)

 

Referensi

[1]Bappenas. 2015. Rencana Pembangunan Jangla Menengah 2015-2019. Diunduh dari www.social-protection.org pada 25 Oktober 2017.

[2]Anonim. 2017. Ini Konsep Sebenarnya Tol Laut Presiden Jokowi. Diunduh dari www.ksp.go.id pada 25 Oktober 2017.

[3] Widianto, Edwin. 2017. Lika-Liku Tol Laut. ProTech/ Edisi IX.

Angg007. 2016. Operasikan 6 Trayek Tol Laut, Negara Siap Hadir di Nusantara. Diunduh dari www.kominfo.go.id pada 25 Oktober 2017.

Gambar: Peta Tol Laut Indonesia (sumber: www.kominfo.go.id)

Mengenal Karakter Spesifik dan Prinsip Kemitraan Agrifood Supply Chain

Artikel Saturday, 28 October 2017

Muhamad Ali Shodiqi (Teknologi Industri Pertanian UGM 2014)

Rantai pasok pangan terdiri dari organisasi yang bertanggung jawab untuk produksi dan distribusi produk sayuran, hewani atau pangan olahan. Secara umum rantai pasok pangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Rantai Pasok untuk Produk Segar Pertanian (sayuran, bunga, buah)

Gambar 1. Produk Sayuran Segar

Sumber : Dokumentasi Pribadi (more…)

Environmental Friendly Supply Chain System: Langkah Strategis Membawa Pangan Lokal Menuju Pasar Global

Artikel Saturday, 28 October 2017

Muhamad Ali Shodiqi (Teknologi Industri Pertanian 2014)

Indonesia dengan potensi kekayan alamnya mempunyai berbagai macam potensi pangan lokal khas daerah yang bisa dikembangkan. Namun skala produksi yang masih kecil dan mekanisme jaringan distribusi yang masih lemah menjadi persoalan produsen pangan lokal sulit berkembang. Skala produksi pangan lokal di era globalisasi kini sangat mempengaruhi sistem pasokan makanan dimana jarak pangan lokal yang harus diangkut untuk menjangkau konsumen meningkat. Situasi ini tidak hanya mengurangi hubungan antara produsen makanan lokal dengan konsumen global, namun juga meningkatkan emisi gas rumah kaca karena sistem rantai pasok logistik yang terlalu panjang.

Gambar 1. Buah Apel Lokal Malang

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Sebuah studi telah dilakukan di Swedia mengenai karakteristik rantai pasok pangan lokal. (more…)

Model Sistem Dinamis pada Rantai Pasok Komoditas Kedelai yang Berkelanjutan

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Kedelai adalah salah satu komoditas pangan yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia dalam bentuk produk olahan seperti tahu dan tempe. Selain diolah menjadi tempe dan tahu, kedelai juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap, tauco, dan susu kedelai. Produk turunan kedelai ini banyak diminati oleh karena harganya yang relatif murah, rasa yang tidak kalah sedap, serta nilai gizi yang tak kalah tinggi dibanding produk olahan lainnya, salah satunya sebagai pemenuh kebutuhan protein nabati bagi tubuh.

Data menunjukkan, konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia sebesar 6,95 kg dan tahu 7,07 kg. Ironisnya pemenuhan kebutuhan akan kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu, 67,28% atau 1,96 juta ton harus diimpor dari luar. Hal ini terjadi karena produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan produsen tempe dan tahu dalam negeri.1


Gambar 1. Kedelai Putih dan Tempe sebagai Produk Olahannya
Sumber: Dokumen pribadi

(more…)

Sustainable Agri-Food Supply Chain

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Makanan yang berasal dari komoditas pertanian membutuhkan pengelolaan yang serius dan lebih komplek serta lebih terintegrasi dibandingkan produk lain. Makna terintegrasi di sini adalah dilakukannya pengelolaan sejak dari hulu sampai hilir sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (supply chain) karena kondisi komoditas pertanian dalam suatu periode tertentu sangat dipengaruhi oleh kualitas pengelolaan dari periode-periode sebelumnya, yakni sejak dari penyiapan farm dan sarana produksinya, on-farm sampai off-farm, dan pada akhirnya sampai ke end-user.

Pada era dulu, keberhasilan pengelolaan produk tersebut, termasuk produk pangan, hanya dilihat dari keberhasilan mengelola biaya yaitu dengan menekan semua biaya sehingga biaya supply chain menjadi murah dan dengan demikian harga produknya menjadi semakin murah. Setelah itu memasuki era yang kemudian lebih mempertimbangkan keberhasilan membuat produk yang berkualitas yang didapatkan melalui proses pengadaan bahan atau komoditas, proses produksi dan proses penyimpanan dan proses transportasi dan distribusi ke pengguna atau konsumen akhir. Kemudian Pada periode sekarang ini pemahaman dan ekspektasi terhadap pengelolaan supply chain produk makanan tersebut sudah semakin tinggi, tidak hanya berbicara biaya dan kualitas tetapi sudah mempertimbangkan asas keberlanjutan (sustainability). Asas yang dimaksud disini adalah bagaimana upaya yang dilakukan bersama-sama diantara para pelaku dalam agri-food supply chain adalah dengan mengedepankan faktor lingkungan sebagai perhatian penting yang sejalan dengan pertimbangan strategis terhadap upaya upaya untuk mendapatkan profit dan memastikan adanya kesejahteraan yang berhasil diciptakan untuk masyarakat, baik yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan pengelolaan agri-food supply chain.

Ditulis oleh: Kuncoro Harto Widodo

Rantai Pasokan Agroindustri: Bagaimana Cara Pengembangannya?

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Pertanian dalam arti luas selalu dihadapkan pada masalah klasik: hasil melimpah harga turun dan harga meningkat mahal saat tidak panen. Sangat wajar dan sesuai dengan hukum supply demand. Tetapi bagi pelaku pertanian yang kreatif selalu mencari siasat untuk merubah situasi tersebut dengan banyak ide diantara dengan membangun rantai pasokan atau supply chain yang handal sehingga pelaku dapat mengendalikan situasi yang tidak menguntungkan tadi menjadi kesempatan yang lebih baik untuk bisnisnya. Supply chain tidak dapat berdiri sendiri, itu sudah pasti, dan melibatkan banyak komponen didalamnya, oleh karena itulah disebut “chain” atau rantai karena terdiri dari sub komponen aktivitas maupun pelaku yang disinkronisasikan melalui sistem secara bersama-sama.

Prinsip 1: Segmentasikan pembeli berdasarkan kebutuhan layanan.

Pembeli pada dasarnya mempunyai ciri kebutuhan yang berbeda sesuai kelompoknya. Pembeli retail dalam jumlah kecil menghendaki pilihan produk yang banyak disertai tampilan produk yang baik karena segmen pembeli ini sangat intensif membandingkan satu produk dengan lainnya. Segmen pembeli lain misalnya pembeli dalam jumlah besar (wholesaler) yang seringkali tidak dikonsumsi sendiri tetapi dijual lagi ke pihak lain sehingga transaksinya dikenal sebagai B2B (business to business). Segmen pembeli ini sangat sensitif terhadap harga sehingga perlu diperlakukan dengan cara yang berbeda.

(more…)

Manajemen Rantai Pasok Cabai yang Berkelanjutan

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah komoditas cabai. Cabai (Capsicum annuum L) termasuk salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena peranannya yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai komoditi ekspor dan industri pangan.Berdasarkan data Food Agriculture Organization (FAO), Indonesia merupakan negara penghasil cabai terbesar ke empat di dunia, dengan sentra produksi terbanyak berada di Pulau Jawa.

Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2009 tentang pola distribusi  perdagangan cabai merah di 15 provinsi lokasi penelitian, menunjukkan kecenderungan bahwa alur cabai dari petani dijual ke pedagang pengumpul desa atau ke pedagang besar di sekitar petani. Selanjutnya pedagang pengumpul (pengepul) menjual ke pedagang besar, pedagang besar menjualnya ke pedagang eceran dan selanjutnya ke konsumen akhir.

Beberapa masalah yang ada dalam sistem rantai pasok cabai diantaranya yaitu distribusinya yang masih melalui jalur tataniaga panjang, distribusi marjin yang tidak adil sehingga nilai tambah yang diterima petani tidak optimal, fluktuasi harga tinggi yang juga dapat menyebabkan risiko menjadi tinggi. Masalah distribusi cabai di Indonesia masih perlu diperhatikan dan diberikan solusi yang tepat. Hal tersebut berdasarkanadanya disparitas harga yang cukup tinggi antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen.

(more…)

Mampukah Indonesia Menuju Sustainable Food Supply Chain?

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Saat ini, isu mengenai sustainable food supply chain menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan karena sifatnya yang dinamis dan kompleks. Dalam pandangan global, sustainable food supply chain berkaitan erat dengan food security dan food safety dimana kemampuan suatu negara dalam menciptakan sustainable food supply chain dapat mereduksi permasalahan-permasalahan terkait food security dan food safety. Menciptakan sustainable food supply chain merupakan hal yang kompleks karena berhadapan dengan banyaknya stakeholder di sepanjang supply chain dan perbedaan dalam menentukan standar [1].

Di Indonesia, kebutuhan masyarakat terhadap komoditas pangan utama seperti beras cenderung meningkat akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan beberapa kali Indonesia mengalami kekurangan dalam suplai beras yang berdampak pada dikeluarkannya kebijakan impor beras. Secara umum, salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia dalam bidang pertanian adalah bagaimana menjamin distribusi komoditas tersebut dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Menciptakan sustainability dari produk pangan merupakan tujuan jangka panjang yang mana perlu perencanaan secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Tidak hanya oleh stakeholder yang secara langsung terlibat dalam aliran produk, tetapi peran external stakeholder seperti pemerintah, LSM dan civitas akademika (universitas) juga mampu mengakselerasi penciptaan aliran rantai pasokan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, pemerintah berperan lebih dalam menciptakan suatu kebijakan sedangkan LSM dan civitas akademika (universitas) berperan dalam hal pendampingan dan pengawasan.

(more…)

Sistem Rantai Pasok Terpadu Solusi untuk Ketimpangan Pasokan Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) di Indonesia

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Kedelai merupakan komoditas pangan strategis bagi masyarakat Indonesia, selain bahan baku yang kaya protein, kedelai sangat potensial di tanam di Indonesia. Pemerintah melakukan berbagai program upaya khusus untuk meningkatkan produktivitas kedelai, khususnya Kedelai kuning agar tidak terjadi ketergantungan impor yang lebih besar, namun Ironisnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini, ketimpangan yang tajam masih terjadi antara hasil produksi dalam negeri dengan impor yang nilainya diatas 60%. Permasalahan yang terjadi dalam komoditas kedelai sangat kompleks, antara lain dari aspek budidaya kedelai sampai aspek pasar dimana harga kedelai sangat mempengaruhi penerimaan konsumen. Hal ini sangat berkaitan dengan sistem rantai pasok yang perlu dikaji  lebih mendalam, tentunya dalam kajian masing-masing pelaku rantai pasok untuk tata niaga kedelai yang lebih optimal. Adapun pelaku sistem logistik rantai pasok kedelai di terdiri dari petani, pengepul, pedagang, koperasi, industri tahu dan tempe serta konsumen.

Obyek Penelitian dilakukan pada wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang merupakan sentra produksi kedelai dan memiliki sistem keterpaduan rantai pasok yang sangat kuat. Hal ini dapat di lihat dari keterlibatan semua tier dalam rantai pasok, termasuk peran instansi yang mendukung tata niaga kedelai. Dalam struktur biaya logistik pada rantai pasok kedelai diketahui bahwa biaya yang paling dominan pada biaya saat di lahan, terutama biaya perawatan, upah tenaga kerja dan pengadaan pupuk pada petani sehingga perlu dilakukan optimalisasi biaya logistik dan alokasi biaya intensifikasi bagi petani.

(more…)

Human Factors Berbasis Kearifan Lokal untuk Rantai Pasok Agro-industri Pangan Berkelanjutan

Artikel Tuesday, 5 September 2017

Trend dan laju globalisasi membuka batas kebudayaan dan akulturasi kearifan lokal antara negara. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kearifan lokal. Dengan 34 provinsi yang dimiliki Indonesia, kearifan lokal yang ada perlu diidentifikasi dan diolah menjadi human factors. Human factors atau Faktor Manusia adalah studi yang mempelajari interaksi manusia secara fisik dan mental dengan produk, jasa dan sistem kerja industri. Human factors bisa digunakan sebagai parameter kreativitas dalam sistem rantai pasok produksi pangan. Akomodasi human factors akan menciptakan produk dan layanan terkustomisasi dengan biaya rendah, linear dengan meningkatnya hasil penjualan dan margin keuntungan. Dalam konteks keberlanjutan, akomodasi human factors, akan mendukung aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam pengembangan rantai pasok. Karakteristik rantai produksi produk pangan melibatkan jumlah tiers yang banyak, konsumsi waktu yang panjang dan melibatkan banyak stakeholders. Human factors merepresentasikan 2 fungsi manusia dalam rantai pasok yaitu konsumen dan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kerja.

Konsumen merepresentasikan human factors dalam aspek perancangan dan pengembangan produk/jasa. Salah satu contoh nyata kearifan lokal pada aspek jasa layanan outlet makanan di Indonesia yang membedakan dengan negara lain adalah keberadaan bangku atau tempat duduk lesehan tikar untuk bersosialisasi. Aspek kemasan untuk produk take away bersifat bulky yang disediakan untuk makan secara bersama-sama. Contoh lain Human factors adalah ide desain angkringan mobile (Bergerak) yang  bisa dioperasikan pada bandara udara di Yogyakarta. Desain angkringan mobile ini akan membutuhkan utilitas human factors akan kebiasaan makan angkringan yang biasanya bersifat statik, menjadi mobile untuk lebih menjemput konsumen. Hal ini akan menimbulkan efek kreativitas desain kemasan produk “sego kucing” yang mengggunakan daun dan kertas, menjadi kemasan yang praktis dan eksklusif. Pola makan akan mengalami transisi dari menggunakan tangan atau sendok besi, menjadi sendok yang portabel.

(more…)

123

Recent Posts

  • Peran Big Data Untuk Optimasi Pengelolaan Rantai Pasok
  • Integrasi Waste Management dengan Reverse Supply Chain Management
  • Short Food Supply Chain (SFSCs) Sebagai Solusi Alternatif Rantai Pasok Produk Organik
  • Optimalisasi Cold Chain untuk Sektor Perikanan Indonesia
  • Supply Chain Traceability pada Produk Pangan dan Hasil Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Supply Chain
Menara Ilmu Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No.1 Bulaksumur
Sleman, Yogyakarta 55281
 (+62 274) 589797
 supplychain.tp@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY